Materi 2 Gagasan Baru: Bagi Saya vs Orang Lain | Kreativitas dan Inovasi Merdeka Belajar

Materi 2 Gagasan Baru: Bagi Saya vs Orang Lain | Kreativitas dan Inovasi Merdeka Belajar

Konsep kreativitas sudah berkembang sejak 1950 dan definisi yang beredar memiliki banyak versi. Runco & Jaeger di tahun 2012 menyatakan bahwa dalam berbagai definisi tentang kreativitas, terdapat dua aspek utama yang selalu muncul, yaitu orisinalitas dan efektivitas.

Orisinalitas kadang disebut juga sebagai kebaruan atau keunikan. Akan tetapi, unik atau orisinal saja tidak cukup untuk menentukan suatu ide sebagai kreatif atau tidak.

Sesuatu yang tercipta karena kebetulan semata dan menghasilkan sesuatu yang aneh karena tidak pernah tercipta sebelumnya tidak bisa disebut kreatif. Bayangkan kalau ada seekor hewan berjalan di atas keyboard komputer, atau laptop. Kemudian, muncul serangkaian huruf unik di layar. Kata yang tampil tersebut tidak bisa disebut sebagai kreatif.

Oleh karena itu, perlu ada aspek kedua yang dipertimbangkan yaitu efektivitas. Dalam membicarakan kreativitas, aspek efektivitas kadang disebut dengan kegunaan, ketepatan, atau kecocokan. Artinya, ide kreatif yang muncul perlu jelas kegunaannya atau efektivitasnya dalam memecahkan suatu masalah. Ide tersebut dianggap tepat dan cocok untuk mencapai tujuan tertentu.

Mari kita fokus pada aspek pertama yaitu orisinalitas atau kebaruan. Arti kata ‘baru’ bersifat relatif. Sesuatu yang baru bagi seseorang bisa jadi sudah menjadi hal yang biasa bagi orang lain.

Mari kita simak contoh di bawah ini:

Contoh 1: Seorang anak yang sangat kagum saat pertama kali melihat temannya menggambar ikan terbang di atas awan. Akan tetapi, bagi anak lain yang lebih sering menonton film animasi, hal itu bukan dianggap hal baru.

Contoh 2: Seorang anak yang tinggal di kota, kehujanan saat ia berkunjung di desa merasa dirinya sangat kreatif ketika menggunakan daun pisang sebagai pengganti payung. Sementara bagi anak yang biasa tinggal di desa, hal itu sama sekali bukan hal yang baru.

Mari kita fokus pada aspek pertama yaitu orisinalitas atau kebaruan. Arti kata ‘baru’ bersifat relatif. Sesuatu yang baru bagi seseorang bisa jadi sudah menjadi hal yang biasa bagi orang lain

Dari dua contoh tersebut sebetulnya ada dua hal yang penting. Pertama adalah pemikiran kreatif dan kedua adalah produk kreatif. Pemikiran kreatif itu berfokus pada diri seseorang. Pertanyaan utamanya adalah “apakah ide yang muncul tersebut itu berasal dari orang tersebut dan bukan dari ide orang lain yang sengaja ataupun tidak sengaja terekam dalam ingatan seseorang?”. Dengan kata lain, ide itu bukan menjiplak ide orang lain.

Pada contoh 2, anak kota yang memikirkan sendiri ide menggunakan daun pisang sebagai pengganti payung itu berarti sudah memiliki pemikiran kreatif karena ide betul-betul berasal dari dirinya. Namun, jika hasil pemikirannya yang kita sebut sebagai produk kreatif dibawa ke lingkungan lain, penilaiannya bisa berbeda.

Daun pisang sebagai payung saat ini tidak bisa dianggap sebagai produk kreatif karena produk itu sudah pernah dihasilkan oleh orang lain. 

Bagaimana kita tahu sebuah produk itu termasuk produk kreatif atau tidak?

Di sini, penilaian orang lain berperan penting. Jika ada orang yang sudah pernah mengetahui
adanya produk serupa, maka produk tersebut tidak lagi dianggap sebagai produk baru. Prinsip inilah yang digunakan untuk mengurus paten atau juga hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Pencipta pertama dari suatu produk atau modifikasi tertentu yang dianggap sebagai pencipta produk kreatif.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana caranya menghasilkan produk kreatif dan inovatif?

Ada dua tips, pertama, yuk biasakan diri berpikir kreatif. Di dalam berpikir kreatif itu
terkandung berpikir divergen dan konvergen. Kedua, perluas wawasan dengan banyak bergaul,
membaca, menonton, mendengarkan, dan berdiskusi. Dengan wawasan luas dan otak yang terasah untuk berpikir kreatif, diharapkan ide yang dimunculkan itu betul-betul kreatif dan produk yang dihasilkan betul-betul baru. Saatnya memperluas wawasan kita untuk menciptakan pemikiran dan produk yang kreatif.

Oleh: L. Harini Tunjungsari, M.Psi, Psikolog