Capaian Pembelajaran Pendidikan Formal Non-Formal dan Informal

Capaian Pembelajaran Pendidikan Formal Non-Formal dan Informal

CAPAIAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN FORMAL

Deskripsi capaian pembelajaran untuk masing-masing jenjang kualifikasi lulusan pendidikan tinggi dapat ditemukan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 232/U/2000 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar, pasal 3 (ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)), dan pasal 4 (ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)). Dalam Keputusan Menteri tersebut uraian hasil pembelajaran dijelaskan sebagai berikut:

1) Program Diploma I diarahkan pada hasil lulusan yang menguasai kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin, atau memecahkan masalah yang sudah akrab sifat-sifat maupun kontekstualnya di bawah bimbingan, melaksanakan pekerjaan yang kompleks, dengan dasar kemampuan profesional tertentu, termasuk keterampilan merencanakan, melaksanakan kegiatan, memecahkan masalah dengan tanggungjawab mandiri pada tingkat tertentu, memiliki ketrampilan manajerial, serta mampu mengikuti perkembangan, pengetahuan, dan teknologi di dalam bidang keahliannva.

2) Program Diploma II diarahkan pada hasil lulusan yang menguasai kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin, atau memecahkan masalah yang sudah akrab sifat-sifat maupun kontekstualnya secara mandiri, baik dalam bentuk pelaksanaan maupun tanggungjawab pekerjaannya.

3) Program Diploma III diarahkan pada lulusan yang menguasai kemampuan dalam bidang kerja yang bersifat rutin maupun yang belum akrab dengan sifat-sifat maupun kontekstualnya, secara mandiri dalam pelaksanaan maupun tanggungjawab pekerjaannya, serta mampu melaksanakan pengawasan dan bimbingan atas dasar keterampilan manajerial yang dimilikinya.

4) Program Diploma IV diarahkan pada hasil lulusan yang menguasai kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan yang kompleks, dengan dasar kemampuan professional tertentu termasuk keterampilan merencanakan, melaksanakan kegiatan, memecahkan masalah dengan tanggungjawab mandiri pada tingkat tertentu, memiliki keterampilan manajerial serta mampu mengikuti perkembangan, pengetahuan, dan teknologi di dalam bidang keahliannva.

5) Program Sarjana hasil lulusan diarahkan memiliki kualifikasi sebagai berikut:

  • menguasai dasar-dasar ilmiah dan keterampilan dalam bidang keahlian tertentu sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di dalam kawasan keahliannya;
  • mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan bidang keahliannya dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama;
  • mampu bersikap dan berperilaku dalam membawakan diri berkarya di bidang keahliannya maupun dalam kehidupan bersama di masyarakat;
  • mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian yang merupakan keahliannya.

6) Program Magister diarahkan pada hasil lulusan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 

  • mempunvai kemampuan mengembangkan dan memutakhirkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian dengan cara menguasai dan memahami pendekatan, metode, kaidah ilmiah disertai keterampilan penerapannya;
  • mempunyai kemampuan memecahkan permasalahan di bidang keahliannya melalui kegiatan penelitian dan pengembangan berdasarkan kaidah ilmiah;
  • mempunyai kemampuan mengembangkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan dengan ketajaman analisis permasalahan, keserbacakupan tinjauan, kepaduan pemecahan masalah atau profesi yang serupa;

7) Program Doktor diarahkan pada hasil lulusan yang memiliki kualifikasi sebagai berikut:

  • mempunyai kemampuan mengembangkan konsep ilmu, teknologi, dan/atau kesenian baru di dalam bidang keahliannya melalui penelitian;
  • mempunyai kemampuan mengelola, memimpin, dan mengembangkan program penelitian:
  • mempunyai kemampuan pendekatan interdisipliner dalam berkarya di bidang keahliannya.

CAPAIAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN NON-FORMAL

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, pasal 102 ayat (2) menyatakan bahwa Pendidikan non-formal bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional, dan mengembangkan jiwa wirausaha yang mandiri, serta kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Sementara itu, capaian pembelajaran pendidikan non-formal dalam lingkup ketenagakerjaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, pasal 1 ayat (4) menyatakan bahwa kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Rumusannya dijelaskan dalam pasal (5), berupa Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI.

Rumusan kemampuan kerja mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

CAPAIAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN INFORMAL

Pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Werquin (2010) menyebutkan bahwa belajar informal adalah belajar yang dihasilkan dari kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan pekerjaan, keluarga atau kesenangan. Dalam hal ini tujuan belajar, waktu dan fasilitas belajarnya tidak terorganisasi atau tidak terstruktur. Dalam banyak kasus, ditinjau dari perspektif pembelajar, belajar informal ini tergolong belajar yang tidak disengaja (Cedefop1, 2008).

Kerapkali pembelajaran informal disebut sebagai "pembelajaran melalui pengalaman" atau sebagai "pengalaman". Idenya adalah bahwa manusia, berdasarkan dari keberadaannya, secara terus-menerus berada dalam situasi belajar.

Seperti sudah diketahui bahwa kesulitan pertama dalam proses pengakuan hasil pembelajaran informal adalah calon yang akan diberikan pengakuan belum tentu sepenuhnya menyadari sifat dan ruang lingkup pembelajaran informal yang telah mereka alami. Masalah kedua adalah kenyataan bahwa hasil pembelajaran informal tidak dapat memperoleh pengakuan apapun jika hasil pembelajarannya jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh evaluator atau badan penilai.

McGivney mendefinisikan pembelajaran informal sebagai berikut:

  • Belajar yang terjadi di luar lingkungan belajar dan timbul dari kegiatan dan kepentingan individu dan kelompok, tetapi tidak dapat diakui sebagai proses pembelajaran.
  • Kegiatan tidak berbasis mata pelajaran (yang mungkin termasuk diskusi, pembicaraan atau presentasi, informasi, saran dan bimbingan) yang disiapkan atau difasilitasi dalam rangka menanggapi kebutuhan dari berbagai sektor dan organisasi (kesehatan, perumahan, pelayanan sosial, pelayanan ketenagakerjaan, pendidikan dan jasa pelatihan, dan pelalayanan bimbingan).
  • pembelajaran yang direncanakan dan terstruktur seperti kursus singkat yang diselenggarakan dalam menanggapi kepentingan dan kebutuhan yang teridentifikasi, tetapi disampaikan dengan cara yang fleksibel dan informal serta dalam pengaturan masyarakat informal.

Berbeda halnya dengan McGivney, Dale dan Bell (1999) mendefinisikan pembelajaran informal agak lebih sempit yakni sebagai proses belajar yang berlangsung dalam konteks kerja, berkaitan dengan kinerja seseorang pada pekerjaannya, namun tidak secara resmi diatur dalam sebuah program atau kurikulum.

SUMBER