Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain.

Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.

Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru


Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain:

a. Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas ruangannya.

Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis.

Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepadatan penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah penghuni, dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m² per orang daerah pedesaan 10 m² per orang.

b. Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara 180C-300C. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orangorang tertentu dapat menimbulkan alergi. Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.

Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk Bakteri-Bakteri termasuk bakteri tuberkulosis.

Kelembaban di dalam rumah menurut Depatemen Pekerjaan Umum (1986) dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
1. Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp )
2. Merembes melalui dinding ( percolating damp )
3. Bocor melalui atap ( roof leaks )

Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi yang cukup.

c. Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah.

Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan.

Kelembaban ruangan yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis.

Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik.

Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan uadar ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.

d. Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Koch (1843-1910). Dari hasil penelitian dengan melewatkan cahaya matahari pada berbagai warna kaca terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis didapatkan data sebagaimana pada tabel berikut (Azwar, 1995).


Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Depkes RI, 1994).

Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.

e. Lantai rumah
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.

g. Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah dibersihkan.


Chin J (2000) mengemukakan bahwa Tuberkulosis Paru dapat dicegah dengan usaha memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang Tuberkulosis Paru, penyeabab Tuberkulosis Paru, cara penularan, tanda dan gejala, dan cara pencegahan Tuberkulosis Paru misalnya sering cuci tangan, mengurangi kepadatan hunian, menjaga kebersihan rumah, dan pengaturan ventilasi.

Alsagaff & Mukty (2002) menjelaskan bahwa terdapat beberapa cara dalam upaya pencegahan Tuberkulosis paru, diantaranya:

a. Pencegahan Primer
Daya tahan tubuh yang baik, dapat mencegah terjadinya penularan suatu penyakit. Dalam meningkatkan imunitas dibutuhkan beberapa cara, yaitu:
1. Memperbaiki standar hidup;
2. Mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna;
3. Istirahat yang cukup dan teratur;
4. Rutin dalam melakukan olahraga pada tempat-tempat dengan udara segar;
5. Peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan terhadap infeksi Tuberkulosis Paru pencegahan terhadap sputum yang infeksi, terdiri dari:
1. Uji tuberkulin secara mantoux
2. Mengatur ventilasi dengan baik agar pertukaran udara tetap terjaga
3. Mengurangi kepadatan penghuni rumah
4. Melakukan foto rontgen untuk orang dengan hasil tes tuberculin positif.
Melakukan pemeriksaan dahak pada orang dengan gejala klinis TB paru.

c. Pencegahan Tersier
Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit dengan obat anti Tuberkulosis. Pengobatan Tuberkulosis Paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS).

Sumber
Azwar A, 1995, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara , Jakarta

Chin, James. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Siti Fatimah. 2008. Faktor Kesehatan Rumah yang Berhubungan dengan TB Paru di Kabupaten Cilacap. Tesis. Magister Kesehatan Lingkungan. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Tri Etik Handayani dkk. 2011. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Pencegahan Tuberkulosis Paru di Dusun Kayangan Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta