Penyakit Berbasis Lingkungan di Indonesia

Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. ISPA dan diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakit di hampir seluruh Puskesmas di Indonesia.

pixabay.com

Menurut Profil Ditjen PP&PL Tahun 2006, 22,30% kematian bayi di Indonesia akibat pneumonia. sedangkan morbiditas penyakit diare dari tahun ketahun kian meningkat dimana pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk, lalu meningkat menjadi 301 per 1000 penduduk pada tahun 2000 dan 347 per 1000 penduduk pada tahun 2003. Pada tahun 2006 angka tersebut kembali meningkat menjadi 423 per 1000 penduduk.

Para ahli kesehatan masyarakat pada umumnya sepakat bahwa kualitas kesehatan lingkungan adalah salah satu dari empat faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia menurut H.L Blum yang merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pencapaian derajat kesehatan. Memang tidak selalu lingkungan menjadi faktor penyebab, melainkan juga sebagai penunjang, media transmisi maupun memperberat penyakit yang telah ada.

Faktor yang menunjang munculnya penyakit berbasis lingkungan antara lain :

Ketersediaan dan akses terhadap air yang aman

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per tahun.Namun demikian, Indonesia masih saja mengalami persoalan air bersih. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih, sebagian besar yang memiliki akses mendapatkan air bersih dari penyalur air, usaha air secara komunitas serta sumur air dalam.

Akses sanitasi dasar yang layak

Kepemilikan dan penggunaan fasilitas tempat buang air besar merupakan salah satu isu penting dalam menentukan kualitas sanitasi. Namun pada kenyataannya dari data Susenas 2009, menunjukkan hampir 49% rakyat Indonesia belum memiliki akses jamban.

Penanganan sampah dan limbah

Tahun 2010 diperkirakan sampah di Indonesia mencapai 200.000 ton per hari yang berarti 73 juta ton per tahun. Pengelolaan sampah yang belum tertata akan menimbulkan banyak gangguan baik dari segi estetika berupa onggokan dan serakan sampah, pencemaran lingkungan udara, tanah dan air, potensi pelepasan gas metan (CH4) yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global

Vektor penyakit

Vektor penyakit semakin sulit diberantas, hal ini dikarenakan vektor penyakit telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi lingkungan, sehingga kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin tinggi. Hal ini didukung faktor lain yang membuat perkembangbiakan vektor semakin pesat antara lain : perubahan lingkungan fisik seperti pertambangan, industri dan pembangunan perumahan; sistem penyediaan air bersih dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh penduduk sehingga masih diperlukan container untuk penyediaan air

Perilaku masyarakat

Perilaku Hidup Bersih san Sehat belum banyak diterapkan masyarakat, menurut studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (1) setelah buang air besar 12%, (2) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (3) sebelum makan 14%, (4) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (5) sebelum menyiapkan makanan 6 %.