Ekonomi Inklusif Untuk Mereduksi Ketimpangan

Ekonomi - Pemerintah perlu bekerja lebih keras lagi untuk mewujudkan ekonomi inklusif di Indonesia, dengan berbagai kebijakan yang mendukung berkembangnya ekonomi inklusif.  Kementerian Keuangan sebagai bagian dari pemerintah dan pengelola keuangan negara mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengarahkan berbagai kebijakan fiskal yang mendukung ekonomi inklusif.

Musgrave and Musgrave (1989), peran keuangan negara mencakup fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi-fungsi tersebut selanjutnya diimplementasikan dalam berbagai kebijakan fiskal. Sebagai contoh: pemerintah dapat menggunakan fungsi distribusi untuk mengarahkan pendapatan pajak yang dipungut dari orang-orang mampu sebagai jaring pengaman sosial bagi masyarakat miskin.

Melalui kebijakan fiskal, pemerintah dapat memastikan bahwa anggaran negara dialokasikan lebih maksimum untuk mengatasi ketimpangan dalam memperoleh kesempatan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Hal ini bertujuan agar semua warga negara, tanpa dibatasi oleh status sosial ekonomi dan letak geografi, dapat memperoleh kesamaan kesempatan dalam bidang pendidikan dan layanan kesehatan.

Ekonomi Inklusif Untuk Mereduksi Ketimpangan

Dampak selanjutnya yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan pembangungan manusia Indonesia secara merata. United Nation Development Program (UNDP) memantau pembangunan manusia setiap negara dengan menerbitkan Human Development Index (HDI) untuk mengatagorikan setiap negara menjadi negara terbelakang, berkembang, dan maju. Dalam penilaian tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat 108 dari 187 negara dan dikategorikan negara berkembang.

Di kawasan ASEAN, posisi Indonesia masih di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Dengan pembangunan ekonomi inklusif terutama pada sektor kesehatan dan pendidikan diharapkan dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sekaligus indeks pembangunan manusia.

Arah kebijakan fiskal lainnya mereduksi ketimpangan adalah mengarusutamakan pembangunan infrastruktur. Dalam APBN 2017 pemerintah telah menganggarkan Rp346,6 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Nilai ini jauh lebih besar dari anggaran tahun-tahun sebelumnya.

Sebagaimana diketahui infrastruktur sangat bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi terutama dalam menciptakan konektifitas antar daerah dan mempermudah aktivitas perekonomian.

Infrastruktur yang tersedia dengan baik akan membuka kesempatan bagi semua lapisan masyarakat untuk melakukan aktifitas ekonomi. Selain itu, proses pembangunan infrastruktur memerlukan banyak tenaga kerja dan membuka lapangan usaha baru yang menunjang pembangunan infrastruktur tersebut, sehingga dapat mengangkat taraf kehidupan masyarakat. Infrastruktur yang memadai juga akan menjadi penarik investasi yang bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebagai negara agraris, saat ini sebagian besar tenaga kerja Indonesia masih diserap oleh sektor pertanian. Menurut data BPS, pada tahun 2014 jumlah tenaga kerja sektor pertanian mencapai 35,54 juta orang. Sektor ini merupakan penyerap tenaga kerja terbesar dengan persentase dari seluruh tenaga kerja mencapai 34,55%.

Bila disandingkan dengan data kemiskinan pada tahun yang sama, maka sebanyak 17,7 juta orang adalah penduduk miskin yang tinggal di desa dan kemungkinan besar adalah para petani. Berdasarkan data-data di atas maka selayaknya bila pemerintah mengarahkan kebijakan anggarannya agar lebih berpihak kepada sektor pertanian.

Pembangunan sektor pertanian tentu bukan hanya menbangun infrastrukturnya saja seperti waduk dan saluran irigasi. Namun perlu juga dibangun SDM sektor pertanian, agar sektor pertanian terus mengalami inovasi produk.

Membangun sektor pertanian secara intensif berarti telah mendukung pembangunan ekonomi inklusif. Selain itu, membangun sektor pertanian juga mendukung ketahanan pangan nasional. Sumber