Studi Kasus Praktik Baik Literasi dan Numerasi di Sekolah

Berikut adalah contoh penerapan praktik Literasi dan Numerasi di Sekolah. Mari refleksikan bersama dari studi kasus 1 dan 2.

SOAL 1
6 Cara Pengembangan Budaya Literasi di SMPN 4 Pinrang
1. Membentuk tim literasi sekolah
2. Membuat pojok baca
3. Mengadakan Pentas AKSI (Aksi Kreasi dan Literasi)
4. Menyediakan klub menulis
5. Mengelola perpustakaan dengan kegiatan edukatif dan menarik
6. Literasi terintegrasi dengan semua mata pelajaran
(Sumber: “Bangun Budaya Literasi di Sekolah” oleh Wahyuniar - SMPN 4 Pinrang, dari Surat Kabar Guru Belajar)

Pertanyaan: 
Ibu Wahyuniar mengintegrasikan literasi pada semua mata pelajaran. Apakah hal tersebut merupakan praktik baik literasi?
Ya ✔
Tidak

SOAL 2
Apa manfaat mengintegrasikan literasi di semua mata pelajaran?
A. Meningkatkan tingkat stress peserta didik dalam belajar.
B. Menunjukkan bahwa literasi dapat diterapkan dimanapun dan kapanpun 
C. Menurunkan kolaborasi dengan guru mata pelajaran lain
D. Meningkatkan literasi peserta didik dengan lebih cepat?

SOAL 3
Salah satu cara paling efektif meningkatkan kemampuan sebagai penulis adalah pelajaran dari bacaan berkualitas. Semakin berkembang bacaan, dari sudut genre, format ataupun penulis yang dipaparkan pada seseorang, eksplorasi dan pendalamannya, pada akhirnya akan mengantarkan pada kemahiran dalam dua kemampuan sekaligus, membaca dan menulis. (Sumber: kumparan.com)

Pernyataan diatas sejalan dengan praktik baik Ibu Wahyuniar, yakni …
A. Membuat pojok baca
B. Menyediakan klub menulis 
C. Mengadakan Pentas AKSI (Aksi Kreasi dan Literasi)
D. Mengelola perpustakaan dengan kegiatan edukatif dan menarik

Studi Kasus Praktik Baik Literasi dan Numerasi di Sekolah


Pada studi kasus 2 terkait dengan mengenal pecahan dalam kehidupan. Bapak Ibu dapat menganalisisnya melalui bahan bacaan berikut ini.

Mengenal Pecahan dalam Kehidupan

“Adakah yang masih ingat arahan belajar yang Ibu berikan kemarin?” sapa saya sambil membuka forum belajar. 

“Memotong benda menjadi dua bagian, tiga bagian, dan empat bagian sama besar,” jawab murid serentak.

Saya meminta mereka untuk menunjukkan hasil praktiknya. Mereka juga bisa saling melihat hasil praktik yang dilakukan oleh teman-temannya. Yang hasil praktiknya belum sama besar diberikan masukan oleh teman lainnya. Mereka tampak saling mengoreksi hasil praktik yang sudah dilakukan masing-masing. Refleks yang bagus dari murid untuk saling memberikan evaluasi dalam belajar. Saya mengapresiasi itu.

“Semuanya sudah bagus. Yang belum sama besar nanti bisa belajar lagi untuk belajar memotong yang sama besar. Yang barusan kita pelajari bersama adalah bentuk penerapan pecahan. Satu buah dipotong sama besar menjadi dua, tiga, atau empat bagian,” jawab saya menjelaskan.

“Sekarang kita kembali ke pertanyaan kalian, mengapa harus belajar pecahan, adakah yang sudah menemukan?” tanya saya kepada mereka.

“Ternyata saya sering melakukan ini di rumah Bu, bantuin Mama memotong kue menjadi sama besar buat saya, adik, dan kakak. Kalau tidak sama besar mereka marah,” jawab Belva.

Saya tertawa mendengarnya, lucu namun esensial. Murid ini belajar memotong kue yang dibelikan oleh Mamanya. Dia adalah tiga bersaudara, punya kakak dan adik. praktik memotong sama besar ini menjadi momentum belajar yang tepat, murid dikontekskan dengan realitas terdekat yang sering mereka lakukan.

Momen belajar di rumah masing-masing ini menantang, namun banyak realitas yang bisa didekati untuk dikaitkan dengan pembelajaran.

“Ternyata, jauh sebelum belajar tentang pecahan kalian sudah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Apakah sebelum pembelajaran ini kalian sudah tahu bahwa yang kalian lakukan itu adalah penerapan pecahan? Apa yang akan kalian lakukan setelah belajar pecahan ini?” tanya saya kepada anak-anak.

“Saya baru tahu bahwa membantu Bunda memotong kue menjadi empat bagian sama besar adalah pecahan. Setelah ini saya jadi lebih bersemangat membantu Bunda, karena membantu Bunda ternyata belajar pecahan,” jawab Fazril.
(Sumber: “Mengenal Pecahan dalam Kehidupan” oleh Li’lli Nur Indah Sari, dari Surat Kabar Guru Belajar)

Ibu Li’lli mengajak peserta didik melihat fungsi belajar pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Apakah hal tersebut merupakan praktik baik numerasi?

Tidak
Iya  

Pada teks di atas, terdapat pernyataan berikut.

“Ternyata saya sering melakukan ini di rumah Bu, bantuin Mama memotong kue menjadi sama besar buat saya, adik, dan kakak. Kalau tidak sama besar mereka marah,” jawab Belva.

Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik ...

A. tidak paham kegunaan ilmunya
B. makin malas belajar karena merasa ilmunya tak berguna
C. hanya mampu menyelesaikan soal ulangan diatas kertas
D. mampu mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari 

Pada teks di atas, terdapat pernyataan berikut.

“Saya baru tahu bahwa membantu Bunda memotong kue menjadi empat bagian sama besar adalah pecahan. Setelah ini saya jadi lebih bersemangat membantu Bunda, karena membantu Bunda ternyata belajar pecahan,” jawab Fazril.

Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik ...

A. makin semangat belajar karena merasa ilmunya berguna. 
B. tidak paham kegunaan ilmunya
C. hanya mampu menyelesaikan soal ulangan diatas kertas
D mampu sulit mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari