Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Transfusi Darah

Masbabal.Com - Transfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen darah seperti plasma, sel darah merah, atau trombosit melalui jalur IV (Potter, 2005).Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan klien terhadap darah sesuai dengan program pengobatan.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Transfusi Darah

Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat, pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang mengalami penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah atau komponen darah sebagaimana mestinya.

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Transfusi Darah
1. Golongan dan Tipe Darah
Golongan darah yang paling penting untuk transfusi darah ialah sistem ABO, yang meliputi golongan berikut golongan berikut : A, B, O dan AB. Penetapan golongan darah didasarkan pada ada tidaknya antigen sel darah merah A dan B. Individu dengan antigen A, antigen B, atau tidak memiliki antigen yang termasuk dalam golongan darah A, B, dan O. Individu dengan antigen  A dan B memiliki golongan darah AB (Long et al,1993).

2. Reaksi Transfusi.
Reaksi transfusi adalah respons sistemik tubuh terhadap ketidak cocokan darah donor dengan darah resipien. Reaksi ini disebabkan ketidak cocokan sel darah merah atau sensitivitas alergi terhadap leukosit, trombosit atau komponen protein plasma pada darah donor atau terhadap kalium atau kandungan sitrat di dalam darah. Transfusi darah juga dapat menyebabkan penularan penyakit.

Faktor  Lain Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Dan Kesejahteraan Donor.
a. Usia – Batas bawah (18 tahun)
Karena pertimbangan kebutuhan besi yang tinggi pada akhil balik, dan usia persetujuan. Batas atas menurut perjanjian di atur pada 65, karena meningkatnya insidensi penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskular pada usia lanjut, sehingga pengambilan darah sebanyak 450ml  menjadi berbahaya. Donor pertama kali, yang semakin mengalami banyak insidensi kondisi buruk, tidak diterima selama usia 60 tahun, donor yang mapan dapat di izinkan untuk dilanjutkan melebihi usia 65 tahun.

b. Frekuensi pendonoran biasanya 2-3 kali setahun.
Wanita usia subur terutama rentan terhadap kekurangan besi, kebanyakan pria, dapat mendonorkan lebih sering tanpa akibat buruk seperti itu. Perkiraan kadar hemoglobin sebelum pendengaran (biasanya dengan menggunakan teknik sederhana berdasarkan pada berat jenis setetes darah yang dimasukkan kedalam larutan tembaga sulfat) dirancang untuk menemukan donor dengan kekurangan besi yang nyata atau mendekati batas bawah, kadar minimum yang dapat di terima 135gr/l untuk pria dan 125 gr/l untuk wanita.

c. Volume
Volume pendonoran tidak boleh melebihi 13% volume perkiraan darah, untuk mencegah serangan vasovagal. Kantong pengumpulan di rancang dengan isi antara 405 dan 495 (rata-rata 450 ml) ml darah , dengan berat badan minimum 47 sampai 50 kg, kecuali pendonoran yang sedikit dapat dimasukkan kedalam kemasan yang sesuai.

d. Kemungkinan akibat buruk selama atau setelah pendonoran
Kadang-kadang donor pertama kali menjadi pingsan. Walaupun pingsan seperti itu tidak berkomplikasi, namun sang donor dapat mengalami akibat buruk- Sebagai contoh, jika keadaan itu terjadi lama kemudian, dan donor  telah meninggalkan ruang perawatan. Keadaan pingsan yang berat merupakan kontraindikasi donor selanjutnya. Pertimbangan paling utama adalah menghindari agen infektif yang menular, biasanya melalui kombinasi kriteria ketat untuk penyelsaian donor dan penggunaan uji penyaringan laboraturium.

e. Obat dan penyakit lainnya.
Obat yang berada dalam aliran darah donor dapat menimbulkan efek merugikan resipien. Dengan minum obat tertentu berarti bahwa ada penyakit yang diderita, yang dengan sendirinya menjadi alasan untuk mencegah donor. Penderita penyakit menahun dan penyakit yang tidak diketahui etiologinya dilarang mendonorkan darahnya. Keganasan juga kontraindikasi, walaupun kekecualian mungkin dapat dilakukan jika terdapat kasus lesi invasive setempat yang telah diobati dengan baik dan tidak berulang setelah tindak lanjut yang adekuat (sebagai contoh, ulkus roden atau karsinoma serviks in situ).